Halaman

Minggu, 06 September 2015

Bahasa Lubai

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Kalau kita berbicara tentang suku bangsa Lubai dan Kebudayaannya, maka sama halnya dengan berbicara tentang banyaknya suku bangsa lain di Sumatera Selatan, kita todal dapat mengabaikan perubahan yang telah menghilangkan homogenitas yang pernah ada. Apa yang dahulu dianggap sebagai daerah kebudayaan Lubai, sekarang mungkin telah banyak kemasukan unsur lain. Tidak setiap penduduknya dapat dianggap sebagai pemangku kebudayaan Lubai, akan tetapi sebaliknya tidak setiap orang yang dilahirkan oleh orangtua Lubai dapat disebut pendukung kebudayaan Lubai, terutama jika mereka dibesarkan diluar daerah kebudayaan Lubai.

Daerah asal kebudayaan Lubai tradisional adalah kira-kira seluas daerah Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Tetapi dalam pandangan orang Lubai sendiri, daerah kebudayaan Lubai adalah orang-orang yang berdomisili sepanjang Daerah Aliran Sungai Lubai. Adapun kebudayaan masyarakat Lubai dapat ditinjau dapat beberapa aspek sebagai berikut :

Tinjauan Kebudayaan Lubai aspek Bahasa

Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. 

Bahasa Lubai adalah bahasa yang dituturkan sebagian besar masyarakat yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Muara Enim, Kecamatan Lubai. Desa tua di kecamatan Lubai yaitu : Tanjung Kemala, Gunung Raja, Baru Lubai, Kurungan Jiwa, Pagar Gunung, Kota Baru, Beringin, Aur, Prabu Menang, Pagar Dewa dan Karang Agung. Adapun desa pemekaran di kecamatan Lubai yaitu : Suka Merindu, Lecah, Lubai Persada, Lubai Makmur, Air Asam, Mekar Sari, Menanti, Karang Mulia, Karang Sari, Sumber Asri dan Sumber Mulia.

Bahasa Lubai yang dituturkan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir atau tepian Sungai Lubai. Sungai Lubai merupakan sungai kecil yang mempunyai mata air di dekat Sungai Enim dan bermuara di Sungai Rambang di Kabupaten Ogan Ilir. Bahasa Lubai yang digunakan oleh masyarakat di tepian sungai Lubai merupakan anak bahasa rumpun Melayu Palembang. 

Menurut pengamatan penulis bahasa orang Lubai suatu bahasa yang erat hubungan dengan bahasa Melayu. Kata-kata dalam bahasa melayu pada umumnya dicarikan padanannya dalam bahasa Lubai banyak sekali persamaanya. Contohnya : Sude “sude”, Makan “makan”, Minum “minum”, Sabar “sabar”, Peluh “peluh”, Kemane “kemane” Naik “naik” dan sebagainya masih terdapat banyak sekali kata-kata yang sama. Adapun perbedaan pengucapan seperti : Dakde “tidak ade”, Pedie “ape die”, Lapah “lapar”, Tuhun “turun”, Kebau “kerbau” dan sebagainya.

Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar