Pranata Sosial Masyarakat Lubai
Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsional, artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir. Unsur-unsur dalam pranata sosial bukanlah individu-individu manusianya itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang ditempati oleh para individu itu beserta aturan tingkah lakunya. Dengan demikian pranata sosial merupakan bangunan atau konstruksi dari seperangkat peranan-peranan dan aturan-aturan tingkah laku yang terorganisir. Aturan tingkah laku tersebut dalam kajian Sosiologi sering disebut dengan istilah “norma-norma sosial”.
Secara lebih rinci mendefinisikan pranata sosial itu sebagai satu konsep yang kompleks dan sikap-sikap yang berhubungan dengan pengaturan hubungan antara manusia tertentu yang tidak dapat dielakkan, yang timbul karena dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan elementer individual, kebutuhan-kebutuhan sosial yang wajib atau dipenuhinya tujuan-tujuan sosial penting. Konsep-konsep itu berbentuk keharusan-keharusan dan kebiasaan, tradisi, dan peraturan. Secara individual paranta sosial itu mengambil bentuk berupa satu kebiasaan yang dikondisikan oleh individu di dalam kelompok, dan secara sosial pranata sosial itu merupakan suatu struktur. Kemudian Elwood (1925 : 90-91 dalam Harsojo 1967 : 157), pranata sosial itu dapat juga dikatakan sebagai satu adat kebiasaan dalam kehidupan bersama yang mempunyai sanksi, yang disistematisasikan dan dibentuk oleh kewibawaan masyarakat. Pranata sosial yang penting adalah hak milik, perkawinan, religi, sistem hukum, sistem kekerabatan, dan edukasi. Berdasarkan definsi diatas penulis akan membuat suatu kajian Pranata Sosial Masyarakat Lubai secara singkat sebagai berikut :
Sistim Religi Masyarakat Lubai
Masyarakat Lubai sangat taat terhadap ajaran islam, rajin menjalan perintah Allah yaitu rukun Islam dan mengaplikasinya pada kehidupan sehari-harinya. Seperti sholat, berpuasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat pertanian sehabis panen, menunaikan ibadah Haji. Menjauhi larangan Allah seperti : tidak boleh mengakui hak milik orang lain, karena dalam ajaran agama islam seseorang mengakui atau mengambil manfaat sesuatu benda milik orang lain tanpa izin merupakan perbuatan mungkar.
Saat ini berdasarkan yang dialami keluarga penulis yairu beberapa puluh hektar tanah yang telah dimanfaat oleh pihak lain, tanpa izin dari kami sekeluarga. Tanah keluarga tersebut terletak di Bukit Jehing desa jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Sellatan. Tanah tersebut merupakan warisan dari ibu kami Nafisyah binti Kakek Wakif bin Puyang Kenaraf bin Puyang Kenintan.
Apakah yang melakukan ini masih mengangap bahwa dirinya adalah manusia yang menjalankan ajaran agama Islam secara baik dan benar atau manusia religi. Apakah sikap sebagian mayarakat Lubai yang mengambil hak milik keluarga kami dapat dijadikan salah satu faktor perubahan sistem religie di Lubai...? Wallahu ‘aklam bishowab.
Tulisan ini masih perlu dipertajam lagi, masih perlu dikaji ulang...
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Masyarakat Lubai sangat taat terhadap ajaran islam, rajin menjalan perintah Allah yaitu rukun Islam dan mengaplikasinya pada kehidupan sehari-harinya. Seperti sholat, berpuasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat pertanian sehabis panen, menunaikan ibadah Haji. Menjauhi larangan Allah seperti : tidak boleh mengakui hak milik orang lain, karena dalam ajaran agama islam seseorang mengakui atau mengambil manfaat sesuatu benda milik orang lain tanpa izin merupakan perbuatan mungkar.
Saat ini berdasarkan yang dialami keluarga penulis yairu beberapa puluh hektar tanah yang telah dimanfaat oleh pihak lain, tanpa izin dari kami sekeluarga. Tanah keluarga tersebut terletak di Bukit Jehing desa jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Sellatan. Tanah tersebut merupakan warisan dari ibu kami Nafisyah binti Kakek Wakif bin Puyang Kenaraf bin Puyang Kenintan.
Apakah yang melakukan ini masih mengangap bahwa dirinya adalah manusia yang menjalankan ajaran agama Islam secara baik dan benar atau manusia religi. Apakah sikap sebagian mayarakat Lubai yang mengambil hak milik keluarga kami dapat dijadikan salah satu faktor perubahan sistem religie di Lubai...? Wallahu ‘aklam bishowab.
Tulisan ini masih perlu dipertajam lagi, masih perlu dikaji ulang...
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim, S.Kom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar